I Raja-raja 19
Pendahuluan
Disiplin bukan kata yang popular, tetapi sangat dibutuhkan bila kita ingin hidup, memiliki relasi dengan Allah, pada tingkat yang dalam.
Hari ini kita akan membahas mengenai disiplin/tertib dalam hal ketenangan/keheningan. Harus kita akui bahwa kita hidup di tengah dunia yang sangat bising, dimana untuk memperoleh waktu tenang selama 10 menit pun mungkin tidak bisa…karena ada suara dimana-mana…. Bahkan saat di rumah pun kadang-kadang suara TV, tape atau radio tetangga begitu kencang/kuat.
Dalam kamus, kata tenang memiliki arti bebas dari suara atau kebisingan, atau bebas dari pergolakan atau keributan, juga bisa berarti damai atau reda.
Hari ini kita akan memperhatikan mengapa ketenangan atau keheningan ini penting bagi kita sebagai orang Kristen.
Mari kita lihat contoh Elia dari ayat-ayat yang baru kita baca. Sekilas kita akan melihat konteks dimana Elia hidup. Dia hidup sekitar tahun 850 BC. 120 tahun yang lalu Daud memerintah kemudian diikuti oleh Salomo. Kita mungkin masih ingat, sekalipun Salomo dikenal sebagai seorang raja yang bijaksana dan baik, tapi menjelang akhir hidupnya ia telah gagal. Hasil dari kegagalannya adalah setelah kematian Salomo, kerajaan Israel terbagi 2 yakni kerajaan Yehuda dan Israel. Raja-raja yang memerintah setelah Raja Salomo kehidupannya tidak lebih baik dan pada masa-masa itulah Elia muncul yakni pada masa pemerintahan raja Ahab.
Di dalam I Raja-raja 16:30 kita membaca bahwa Raja Ahab telah melakukan apa yang jahat di mata Tuhan lebih dari apa yang dilakukan oleh raja-raja sebelumnya. Yang jauh lebih buruk lagi adalah karena ia mengambil istri seorang kafir yakni Izebel dan kemudian menyembah dewa baal yang adalah ilah orang kafir dan mendirikan banyak altar bagi dewa baal di berbagai tempat.
Izebel berusaha menumpas/menindas orang-orang yang menyembah Allah orang Israel yakni Allah Yehuwa dan dengan sangat kejam menggunakan kuasanya untuk mencapai tujuannya. Dalam pasal sebelumnya jikalau kita baca, kita akan menemukan bahwa disana Elia melakukan konfrontasi besar-besaran terhadap ratu Izebel dan raja Ahab dan semua nabi-nabi baal.
Kuasa Allah yang tak terkalahkan pun didemonstrasikan dan semua nabi-nabi baal itu dibunuh. Kisah yang baru kita baca tadi merupakan kelanjutan dari cerita tersebut. Dimana setelah mendengarkan laporan dari raja Ahab atas apa yang terjadi di gunung Karmel, maka ratu Izebel mengirim orang suruhannya untuk mengatakan kepada Elia bahwa ia akan membunuhnya.
Secara alami Elia merasa takut dan melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya. Dan akhirnya ia sampai di sebuah gua.
Mari kita sekarang melihat mengapa kita perlu waktu untuk menenangkan diri atau berada dalam keheningan?
- Kita membutuhkan waktu untuk diri kita sendiri (ay.4)
Coba kita pikirkan situasi yang dihadapi oleh Elia. Dia berada dalam keadaan yang merasa diri gagal, dia takut dan sendirian, dia sedang berada dalam keadaan tertekan dan merasa diri terasing. Dia perlu keluar dari semua situasi itu. Elia membutuhkan gua itu. Dia perlu waktu untuk dirinya sendiri.
Kita mungkin dapat merasakan betapa depresinya Elia saat itu sehingga ia bisa mengucapkan kalimat seperti dalam ay.4…. “Cukuplah itu! Sekarang, ya Tuhan, ambillah nyawaku.” Dia ingin berbaring dan mati. Elia membutuhkan waktu bagi dirinya dirinya. Elia memerlukan ketenangan, keheningan dan waktu untuk memulihkan dirinya.
Demikian juga kita. Tentu bukan hal yang salah sama sekali bila kita menyisihkan waktu untuk diri kita sendiri. Kita memerlukan waktu pribadi, waktu buat diri sendiri tanpa diganggu oleh suami/istri, anak-anak, pekerjaan, bahkan pelayanan... Kita perlu waktu untuk bisa bernafas.
Kita perlu waktu beristirahat untuk bersendirian. Jika kita tidak punya waktu untuk diri sendiri, kita akan mendapati diri kita seperti Elia. Kita akan menemukan diri kita dalam keadaan sangat letih dan kehabisan tenaga. Kita akan mendapati diri kita membuat keputusan yang tidak rasional/masuk akal. Kita akan mendapati diri kita dalam keadaan depresi. Jadi kita perlu ketenangan dan keheningan bagi diri kita sendiri.
- Kita membutuhkan waktu untuk relasi kita dengan Tuhan (ay.4,10)
Ketika kita melihat situasi nabi Elia, kita mungkin merasa heran mengapa dia merasa begitu buruk. Dia telah melihat Allah bekerja dengan cara yang sangat spektakuler dan ajaib. Dan sekarang ia minta mati. Dugaan saya adalah karena dalam semua kesibukannya yang Elia jalani, waktunya bersendirian bersama Tuhan menjadi terganggu dan berada di bawah tekanan. Keadaannya telah merusak hubungannya dengan Tuhan. Sehingga ketika Elia masuk ke dalam gua, bukan hanya dia membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri, tetapi dia juga membutuhkan waktu untuk relasinya bersama Allah. Dia membutuhkan waktu secara pribadi bersama Allah.
Dari pengalaman kita, pasti kita juga akan mengetahui bahwa hubungan kita dengan seseorang akan mengalami masalah bila kita tidak menghabiskan waktu bersama dengan orang yang kita kasihi. Kita tahu bahwa kesalahpahaman bisa dengan mudah muncul bila kita tidak menghabiskan waktu bersama-sama. Hubungan kita menjadi sangat rentan/mudah rusak bila kita tidak sering memberikan waktu untuk relasi kita.
Demikian juga halnya relasi kita dengan Tuhan. Maka sebagaimana Elia, kita juga membutuhkan waktu bagi hubungan kita bersama Tuhan. Kita perlu waktu untuk duduk di hadirat Allah dalam keheningan, tanpa ada gangguan dan dalam kedamaian.
- Kita membutuhkan waktu untuk benar-benar mendengar dan mendengarkan (ay.9,13)
Hanya ketika Elia berada di dalam gua lah, dia mulai benar-benar mendengar apa yang Tuhan katakan. Hanya pada saat itulah ia benar-benar punya waktu untuk mendengar dan mendengarkan. Mungkin sebagian dari rasa depresi yang dialami oleh Elia dikarenakan ia merasa Allah berdiam diri.
Elia mempertanyakan apakah Allah benar-benar berdaulat dan memegang kuasa atas segala sesuatu. Elia merasa Tuhan berdiam diri, dan karena itulah Tuhan mengirimkan angin besar, kemudian gempa, kemudian api. Tetapi Tuhan tidak ada di sana. Dan kemudian Tuhan terdengarlah angin sepoi-sepoi basa dan Elia dapat merasakan kehadiran Allah dalam angin sepoi-sepoi basa itu.
Allah berbicara dengan cara dan dalam kata-kata yang kadang tidak kita duga. Elia mungkin menduga Allah akan hadir dalam angin besar seperti yang pernah Ia lakukan ketika ia membelah laut merah, Elia mungkin menduga Allah akan berbicara lewat gempa seperti yang Dia lakukan bagi Musa dan orang Israel, Elia mungkin menduga Allah akan berbicara dalam api seperti yang Dia lakukan di puncak gunung Karmel saat melawan nabi-nabi baal. Tetapi Elia tidak menduga bahwa Allah akan berbicara dalam angin sepoi-sepoi basa.
Kita juga sering terbiasa dengan hal-hal spektakuler, kita menyukainya ketika Allah bertindak dengan cara-cara yang ajaib.
Tetapi kehadiran dan suara Allah lebih sering dialami dalam wujud angin sepoi-sepoi basa – suara yang hening dan lembut – dan kita tidak akan dapat mendengarkannya kecuali kita mau mencari tempat yang sunyi dan berada dalam keheningan. Kita membutuhkan waktu untuk benar-benar mendengar dan mendengarkan dan kita tidak mungkin melakukannya bila kita tidak mempraktekkan disiplin untuk berada dalam keheningan.
- Kita membutuhkan waktu untuk mendapatkan perspektif Allah (ay.15,18)
Ketika kita memiliki waktu untuk berdiam diri dalam keheningan untuk benar-benar mendengarkan suara Allah, kita akan menemukan bahwa Allah berbicara kepada kita tentang hal-hal yang mungkin tidak kita duga.
Saat Elia masuk gua itu untuk bersendirian bersama Allah, dia menemukan bahwa Allah mengatakan kepadanya hal-hal yang tidak ia duga. Ketika segala sesuatu berubah menjadi buruk, dan kita berada di bawah tekanan, kita sering kali terfokus pada diri kita sendiri.
Dan tentu saja ini juga yang dilakukan oleh Elia. Dia terfokus pada dirinya sendiri. Pandangannya menjadi sempit dan terbatas. Tetapi saat ia mulai menghabiskan waktu sendirian bersama Tuhan dalam keheningan, dia mulai benar-benar mendengar dan mendengarkan dan mendapatkan perspektif Allah pada situasi yang dihadapinya.
Kita lihat, Elia merasa sekalipun ia telah melakukan banyak hal bagi Tuhan, dan mencapai kesuksesan dalam pertarungan di atas gunung Karmel, semuanya itu tidak ada apa-apanya.
Di ay.10, dalam perspektif Elia, hanya ia yang tersisa sendirian. Dan di pandangan Elia itu adalah kegagalan.
Tetapi perspektif Tuhan adalah perspektif yang benar. Visi Tuhan adalah visi yang benar. Dan dengan pandangan Allah terhadap situasi yang dialaminya, Elia dapat bangkit kembali. Tuhan memberitahukan kepada Elia apa yang menjadi rencanaNya.
Kita lihat dalam ayat 15-18, Tuhan meminta Elia untuk mengurapi raja-raja yang dipilih oleh Allah. Dia harus mengurapi nabi yang baru yang akan melanjutkan tugasnya untuk menyampaikan firman Allah. Allah memberitahukan kepadanya bahwa Allah telah menunjuk orang-orang yang akan melakukan pekerjaanNya.
Dan walaupun Elia merasa sendirian dan terasing, Allah memberitahukan kepadanya bahwa meskipun dalam situasi yang sulit ada 7000 orang yang masih tetap mengasihi Tuhan dan menyembahNya.
Jikalau kita bersandar pada visi kita, maka kita gagal untuk melihat perspektif Allah. Kita memerlukan visi Allah bukan visi kita. Dan untuk mencari visi Allah bagi gereja ini, kita perlu belajar dari Elia. Kita perlu mengambil waktu untuk bersama Allah. Kita membutuhkan waktu untuk benar-benar mendengar dan mendengarkan Dia. Dan semuanya dimulai ketika kita mau berdisiplin untuk berdiam diri dalam ketenangan dan keheningan.
Saat kita mencari visi Allah, kita juga akan melihat posisi kita dalam visi tersebut. Allah berfirman pada Elia, “Apa kerjamu disini, hai Elia?” dan pertanyaan yang sama perlu kita tanyakan kepada diri kita sendiri, “Apa kerja kita disini?” tetapi jawabannya akan kita temukan sekali lagi saat kita mengambil waktu berdiam diri dalam keheningan bersama Allah. Tuhan memberitahukan kepada Elia tempatnya/posisinya dan bagiannya dalam visi Allah. Allah memberitahukan kepadanya untuk pergi dan melakukan bagiannya. Dan Allah juga akan memberitahukan kepada kita saat kita mau mendengarkanNya.
Dengan melihat apa yang dialami oleh Elia, kita menemukan keuntungan dari disiplin ini yakni berada dalam ketenangan dan keheningan bukan hanya bagi diri kita sendiri, tetapi juga bagi keluarga dan gereja kita. Tentu saja semua itu tidak akan berarti apa-apa bila kita hanya mengetahui tanpa mempraktekkannya.
Bagaimana melakukannya?
1. Prioritas
Mungkin hal pertama yang akan kita ucapkan ketika diminta melatih disiplin ini adalah bahwa kita tidak punya waktu. Memang benar kita hidup dalam dunia yang sangat sibuk, tetapi walaupun begitu yang paling penting adalah kita harus membangun prioritas dalam hidup kita. Pada saat kita menyukai sesuatu hal, kita dapat mengatur waktu kita sedemikian rupa bahkan bila kita harus membuat jam berhenti berputar. sehingga kita punya waktu untuk melakukan kesenangan kita. Contohnya jalan hash, atau pesta dsbnya…
Kita juga perlu mengatur waktu sedemikian rupa untuk menghabiskan waktu bagi Tuhan. Saya tidak dapat memberitahukan kepada kita bagaimana cara melakukannya, tetapi saya dapat mendorong saudara untuk mengatur kembali prioritas hidup kita. Waktu kita secara pribadi bersendirian bersama Allah harus mendapatkan prioritas.
2. Rencana
Saya tidak tahu bagaimana dengan hidup saudara, tetapi saya menemukan bahwa banyak hal dalam hidup ini tidak akan terjadi tanpa direncanakan terlebih dahulu. Jika kita ingin mempraktekkan disiplin yang baru kita bicarakan tadi, maka kita perlu membuat rencana. Kita bukan hanya perlu merencanakan waktu, tetapi juga tempat. Sehingga kita bisa benar-benar merasa tenang dan damai.
3. Jauhkan segala gangguan
Satu hal yang sering kita temukan dalam relasi seseorang bersama dengan Tuhan aldah kita sering kali memberitahukan kepada Tuhan apa yang harus Ia lakukan. Ketika kita datang kehadapanNya dalam keheningan dan sendirian untuk mendengarkanNya maka kita perlu membuang segala gangguan tersebut. Kita perlu membuang agenda pribadi kita dan membiarkan agenda Allah yang diberlakukan.
- Tetap maju melalui kesulitan.
Selanjutnya kita perlu tetap maju melalui kesulitan-kesulitan yang mungkin muncul. Kita akan menemukan penghalang-penghalang saat kita mau berjalan dalam kebenaran. Iblis tidak akan suka bila kita menghabiskan waktu bersama Allah, tetapi kita harus tetap maju dan tidak berhenti.
- Mudah dilaksanakan/practical
Adalah hal yang tidak tepat bila membuat target yang tidak mungkin dilaksanakan. Kita harus menetapkan panjangnya waktu yang bisa dilakukan untuk melakukan disiplin ini. 10 atau 20 menit mungkin sangat dibutuhkan untuk mulai melatih disiplin ini. Yang penting adalah mencoba.
Jangan kita menjadi seperti orang Farisi yang membuat peraturan-peraturan yang tidak mungkin dicapai dan akhirnya kita menjadi orang munafik.
Dengan demikian pada akhirnya kita dapat memiliki waktu bersama Allah:
- untuk memperdalam hubungan kita bersama Allah
- untuk memperbaharui hidup kita bagi Allah
- untuk memfokuskan pekerjaan kita bagi Allah.