Amsal 31
Pendahuluan
Cerita Max Lucado….
Suatu ketika malaikat Gabriel diberi tugas untuk membawa Jonathan, malaikat yang lebih junior untuk melihat-lihat harta kekayaan Allah. “Saya akan menunjukkan kepadamu karya Allah yang terbesar dan teragung…..
Matahari
Gunung Everest
Samudra Pasific
Dengan satu gerakan tanggannya malaikat Gabriel mengubah dirinya dan muridnya dalam rupa manusia. Dengan memakai celana jeans dan sepatu tennis mereka memasuki sebuah sekolah musik. “Lihatlah karya Allah yang terbesar” bisik malaikat Gabriel dan dengan gerak isyarat ia menyebutkan “Ibu”. Malaikat junior itu kemudian memukul kepalanya dan berkata dalam kekaguman,”Tentu saja kau benar”. Mereka sangat luar biasa.
Kemudian malaikat Gabriel berkata,”Mari kuperlihatkan kepadanya beberapa hal yang menunjukkan kejeniusan dari Allah.”
Lihatlah, Seluruh bagian tubuhnya dapat dipakai dan bergerak 180 derajat. Dua tangan bekerja seperti 6 tangan. Dua mata berfungsi seperti 4 mata. Dua telinga dapat secara serempak mendengarkan apa yang dibeli teman-temannya dari pasar murah, apa yang diinginkan suaminya untuk makan malam, dan apa yang sedang dibicarakan secara diam-diam oleh anak-anaknya tentang pesta tengah malam.
Itu sangat luar biasa!Tentu saja. Dia dapat membuat secangkir kopi sambil mencuci piring, menjawab telepon sambil mengoleskan lipstick di bibirnya. Ia dapat memasak untuk semua anggota keluarganya dan ciumannya dapat menyembuhkan semuanya mulai dari lutut yang terluka sampai hati yang terluka.”
Apakah semua ibu demikian? Tentu saja, tetapi tidak ada ukuran yang
Lihatlah dengan seksama dan kamu akan mengerti.
Tiba-tiba sang ibu berdiri ketika seorang anak gadis kecil berkepang dua mulai berdiri dan menyanyi. Kedua malaikat itu melihat embun dari samudra itu mulai memenuhi mata dari ibu yang bangga itu. “Tuhan memberikan kepada mereka samudra air mata. Kasih mereka adalah kedalaman samudra itu.” Lagu yang dinyanyikan anak kecil itu kemudian berakhir dan para orangtua bertepuk tangan tetapi tidak ada seorang pun bertepuk tangan sekeras ibunya. “Kamu hebat!” seru ibu itu kepada anaknya sekalipun anaknya tidak mendengarnya. “Demikian juga Engkau Tuhan” Jonathan mengatakannya kepada Tuhan dan ia tahu Tuhan mendengarkannya.
Dalam kitab Mazmur, para ibu diberitahu bahwa anak-anak adalah anugerah dari Tuhan. Dan Tuhan ingin kita memperhatikan anak-anak kita. Dan sebagaimana kita tidak ingin melukai perasaan seseorang yg memberikan hadiah kepada kita dengan cara menyalahgunakan atau memperlakukan dengan kasar hadiah yang ia berikan, demikian juga para ibu, kita dapat melakukan hal-hal tertentu kepada anak-anak kita untuk memperlihatkan betapa kita bersyukur kita kepada Tuhan untuk anak-anak kita.
Dan pagi ini, saya ingin kita bersama merenungkan bagaimana menjadi seorang ibu teladan bagi anak-anak kita sehingga kelak ketika mereka dewasa, mereka juga dapat melakukan hal-hal yang membuat kita bangga.
1. Menjadi teladan dalam ibadah
Amsal 31:30
Pergi ke gereja dan menghadiri kelas PA sungguh adalah hal yang sangat baik, tetapi takut akan TUhan lebih baik dari semua itu. Ini berkaitan dgn cara/gaya hidup. Ini adalah hubungan pribadi bersama dengan Tuhan dimana kita datang kepadanya berhadapan muka dan berkata,”Saya sangat kagum akan kebesaranMu, dan saya bukanlah Allah dan tidak akan pernah menjadi Allah. Dan Engkau mengenalku secara pribadi dan masuk dalam seluruh area kehidupanku dan menjadi guruku, penolongku, dan pemimpinku. Dan aku berjanji dalam memutuskan semua hal baik dalam pekerjaan maupun di rumah akan berpedoman pada apa yang dikatakan Alkitab. Dan aku akan mengasihi suami dan anak-anakku untuk menyenangkan hatimu.”
Ketika kita memiliki komitmen yang demikian dalam hidup kita, maka keinginan, kehausan untuk belajar lebih lagi tentang Tuhan, mendekatkan diri kepadaNya, dan mengikuti pimpinanNya akan menjadi bagian dari hidup kita. Dan akibat/hasil dari kerinduan yang demikian, adalah kita akan hidup sesuai jalan Tuhan, membaca Firman Tuhan di rumah, memiliki kerinduan membagikan pada oranglain tentang Tuhan, dan mengajarkan kepada anak-anak kita tentang Tuhan dan selalu rindu datang ke gereja.
Ibu-ibu yang dikasihi Tuhan, bagaimanakah anak-anak kita akan mengingat kita ketika mereka menjadi dewasa? Setiap kita sebagai orang dewasa mempunyai gambaran di dalam otak kita tentang ibu kita. Setiap kita dapat memikirkan tentang ibu kita dan menggambarkan dgn 3 atau 4 kata tentang siapa mereka, pengaruh apa yang telah diberikan dalam hidup kita, baik atau tidak baik? Mengapa? Karena itulah yang kita lakukan sebagai anak-anak. Manusia itu seperti tape recorder/alat perekam. Kita merekam segalanya tanpa kita sadari, dan terjadi begitu saja. Dan alasan mengapa kita dapat membuat kesimpulan tentang siapa ibu kita dengan memori yang sudah terekam selama mungkin 20 thn yang lalu dan memori ini hampir tidak mungkin dihapus. Demikian juga ibu-ibu sekalian, jikalau hari ini kita memiliki anak-anak yang masih kecil di rumah kita, mengapa kita berpikir bahwa mereka tidak akan melakukan hal yg sama spt yang kita lakukan ketika kita masih anak-anak? Mengapa kita berpikir mereka tidak akan merekam segala tindakan dan sikap hidup kita?
Kadang-kadang sangat membingungkan ketika saya berbicara dengan seorang dewasa yang mengatakan bahwa gereja bukanlah tempat buat mereka, tetapi mereka ingin anak-anak mereka memiliki dasar yang baik, jadi mereka mengirim anak-anak mereka ke sekolah minggu. Satu jam setiap minggu, dengan beberapa ayat yang mereka pelajari. Sementara anak-anak ada di rumah bersama ibu mereka berjam-berjam setiap hari. Lalu siapakah yang akan memberikan pengaruh terbesar bagi anak-anak ini????
Ibu-ibu yang dikasihi Tuhan, jikalau kita memiliki anak kecil di rumah atau bahkan anak remaja, inilah waktunya bagi kita untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Saya rasa kita sangat peduli akan masa depan anak-anak kita dan ingin mereka memiliki dasar moral yang baik, dan satu-satunya cara terbaik mereka dapat memperoleh semua itu adalah dengan mulai memutuskan mengikuti Tuhan sebagaimana kita ikuti. Kita adalah orang yang paling sering bersama dengan mereka di tahun-tahun pertama dalam hidup mereka. Tentu saja peranan ayah juga tidak kalah pentingnya, tetapi seorang ibu adalah sosok pribadi yang paling sering mereka lihat dalam kehidupan mereka. Anak-anak kita akan memperhatikan bagaimana kita mengambil keputusan setiap hari, bagaimana kita berbicara dengan oranglain dan sibuk dalam segala aktivitas yang ada. Apakah kita menempatkan Tuhan sebagai yang utama dalam setiap hari-hari yang kita jalani, bila iya, apakah anak-anak kita dapat melihatnya? Belum terlambat jika kita memulainya sekarang.
2. Menjadi teladan dalam pekerjaan
Aya. 13a, 15, 17,27
Hari ini kita tidak akan memperdebatkan apakah seorang ibu boleh bekerja di luar,bila iya, berapa lama, atau pada waktu anak-anak berusia berapa tahun. Jikalau kita melihat keseluruhan dari pasal ini, maka kita akan mendapatkan bukti yang menunjukkan bahwa adalah sesuatu hal yang memungkinkan bagi seorang ibu untuk bekerja di luar rumah.
Apa yang ingin ditekankan disini adalah mengenai pekerjaan dalam rumah tangga. Salah satu pekerjaan terberat adalah menjadi pengurus rumah tangga. Bukan hanya disebabkan karena pekerjaan ini sangat bervariasi (dimana seorang ibu harus menjadi suster/perawat, menjadi guru, menjadi ahli kejiwaan/psikolog anak-anak, dia juga adalah seorang ahli dalam merawat penampilan, seorang pengurus rumah, dan juru masak) tapi juga karena pekerjaan ini menuntut kemandirian. Dengan kata lain, kita sendiri menjadi majikannya. Tidak ada yang mengawasi berapa banyak yang kita kerjakan dalam sehari, tidak ada kenaikan gaji yang diberikan pada akhir tahun, tidak ada bonus tambahan untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik, tidak ada hari libur dan setiap tahun hanya diperingati sekali pada hari ibu. Ini mungkin merupakan pekerjaan yang bayarannya sangat rendah, dan kadang-kadang menimbulkan perasaan kesepian, kesendirian dan sering tidak dihargai dan tidak ada batas waktunya.
Dan dia tidak mengeluh sekalipun harus melakukan begitu banyak pekerjaan.
(Sering kita menghancurkan nilai dari segala jerih payah kita ketika kita mengeluh di dalam melakukannya.)
Ilustrasi
Seorang ibu telepon kepada temannya menanyakan kabarnya…..
Dengan melihat kenyataannya, maka dapat dipastikan untuk membesarkan anak-anak dan mengurus rumah adalah pekerjaan yang sangat besar. Dan mungkin dibutuhkan lebih banyak hari lagi seperti hari ini dimana kaum ibu dimuliakan. Namun ibu-ibu sekalian, ingatlah teladan yang telah dicatat dalam Amsal 31. Sekali lagi, anak-anak kita memperhatikan setiap tindakan dan cara hidup kita, jadilah teladan bagi anak-anak kita dalam hal pekerjaan dengan menjadi seorang pekerja keras. Atau lebih tepatnya pekerja yang produktif. Ini bukan berarti bahwa kita bekerja sepanjang hari sampai satu hari berakhir dan kemudian kita kelelahan dan jatuh sakit, tetapi setiap hari kita dapat melihat kembali apa yang telah kita lakukan yakni hal-hal yang produktif itulah yang perlu kita kerjakan.
3. Menjadi teladan dalam hikmat.
Ayat 31:16, 18a, 21
Alasan mengapa saya sangat menyukai ayat-ayat ini karena ayat-ayat ini memperlihatkan satu hal besar yang dapat ibu-ibu lakukan sebagai teladan bagi anak-anaknya yakni hikmatnya. Wanita dalam amsal ini menggunakan pikirannya untuk memeriksa sebuah ladang sebelum membelinya, dengan hati-hati ia melakukan tawar menawar sehingga bisa mendapatkan tawaran yang terbaik dan dalam ayat 21, dengan bijak ia menghabiskan waktunya di musim panas dan musim gugur merencanakan bagaimana keluarganya menjalani musim dingin. Wanita dalam Amsal ini mempunyai perhitungan yang baik dalam memutuskan hal-hal keuangan, dia juga adalah orang yang menggunakan kemampuan intektual dan fisiknya. Dia adalah seorang manajer rumah yang mengelola rumahnya dengan serius, dan tahu bagaimana menggunakan kekuatan fisik dan otaknya.
4. Menjadi teladan dalam perkataan
Ayat 31:26
Untuk mengajarkan anak kita mengucapkan kata-kata yang baik ketika mereka mulai bisa berbicara bukanlah hal yang mudah. Suatu ketika ada seorang anak berumur 4 tahun diajarkan untuk tidak menyebut oranglain dengan sebutan gemuk karena itu tidak sopan. Sebagai gantinya ia seharusnya berkata “kelebihan berat badan”. Suatu hari di rumah sang ibu berkata kelihatannya aku bertambah gemuk dan harus mulai diet. Kemudian anak ini menjawab,”Ibu, kamu tidak gemuk! Kamu hanya kelebihan berat badan!”
Ketika anak-anak kita mulai bertumbuh, hampir dapat dipastikan bahwa suara ibunyalah yang paling sering didengar. Dan bukan hanya mereka akan meniru kata-kata yang kita ucapkan tetapi juga konteks saat kita mengatakannya.
Ibu-ibu apakah kata-kata yang baik keluar dari mulut kita? Apakah anak-anak kita mendengar kata-kata yang penuh belas kasihan dan penuh kasih? Apakah mereka sering mendengar kita berbicara hal-hal positif tentang orang lain? Kita memiliki kesempatan untuk memberikan teladan bagi anak-anak kita bagaimana mengucapkan kata-kata yang baik tentang oranglain, dan kita akan melihat kata-kata yang sama diucapkan anak-anak kita ketika mereka bermain di depan rumah, di sekolah atau bahkan di rumah famili.
Jikalau anak kita sering mendengar kata-kata seperti bodoh, diam, idiot, tolol maka jangan heran jikalau mereka juga akan menyebut oranglain dengan sebutan yang sama. Dan jikalau anak kita sering mendengar kata “hai, boleh tolong…, terima kasih, terima kasih kembali. Maka kata-kata yang sama juga akan keluar dari mulut mereka. Bukankah sangat menyenangkan dan membanggakan bila anak-anak kita atau cucu kita mengucapkan kata-kata yang manis kepada orang lain tanpa harus kita menyuruh mereka mengucapkannya? Kata-kata yang manis yang keluar dari mulutnya akan membuat siapapun yang mendengarnya tersenyum. Berilah teladan kepada anak-anak kita untuk menggunakan kata-kata yang baik, dan mereka akan mendatangkan sukacita bagi kita.
Mungkin disamping kasih yang Allah nyatakan kepada setiap kita, teladan kasih yang lain dapat kita temukan dari kasih yang diberikan seorang ibu kepada anaknya. Berbahagialah kita sebagai ibu-ibu yang mempunyai kesempatan menyatakan kasih kepada anak-anak kita. Waktu sangat cepat berlalu. Apakah kita sudah menginvestasikan hidup kita dalam diri anak-anak kita. Menjadi teladan bagi mereka dalam hal ibadah, pekerjaan, hikmat dan kata-kata. Biarlah mereka bertumbuh menjadi orang-orang yang mengasihi Tuhan, pekerja keras, bijaksana/berhikmat dan mengatakan hal-hal yang baik. Dunia lebih membutuhkan orang-orang yang demikian.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar